Jumat, 13 Maret 2009

Tatapan Kosong

Seperti biasa aku berangkat sekolah menggunakan bus, ya… meski terkadang aku harus berdesak-desakkan, melawan rasa gerah padahal masih pagi, atau terpaksa berdiri karena tidak kebagian tempat duduk, tapi lumayan bisa ngirit ongkos dibanding kalau harus naik angkot atau taksi.
Kali ini aku terpaksa berdiri karena semua kursi sudah terisi penuh, tapi sungguh malang nian nasibku, di depanku berdiri seorang lelaki bertubuh tambun, satu tangannya terangkat berpegangan pada besi yang berada diatas kepalanya seperti menyuarakan “Merdeka!”, tentu saja aku amat terganggu karena keteknya tepat berada di depan hidungku, bau tak sedap tercium dari sana, seperti bau sayur asam yang sudah basi, aku ingin menghindar tapi sepertinya tidak ada tempat yang tepat karena ternyata di belakangku juga berdiri seorang lelaki kribo, rambutnya yang seperti sarang lebah itu tak kalah baunya dari ketek si lelaki tambun, bau terasi tercium dari sana, apalagi saat kuperhatikan pakaiannya yang lusuh, entahlah apa dia pengemis atau bukan, aku tidak terlalu memperdulikannya.
“Uhk….”aku berusaha tetap bertahan meski rasanya mau muntah, si cowok kribo tersenyum padaku, tapi aku ogah membalas senyuman sok manisnya itu, aku langsung memalingkan wajah.
“Hem…kayaknya yang satu nggak pernah mandi dan yang satunya lagi jarang keramas” rutukku sambil menutup hidung.
Kenapa juga perjalanan ke sekolah terasa amat lama padahal hanya beberapa kilometer saja, tiba-tiba pandanganku tertuju pada seorang lelaki yang sedang duduk manis tak jauh dari tempat aku berdiri, penampilannya rapi, dia memakai T-shirt berwarna biru dipanut dengan celana jeans, diatas kepalanya bertengger topi, lumayan cakep juga, dia terus saja menatapku meski tatapannya tanpa ekspresi, mungkin sudah dari tadi dia memperhatikanku, siapa yang tidak nerveous coba diperhatikan cowok cakep.
Aku mengarahkan wajahku ke tempat lain tak bisa lama-lama membalas tatapannya, beberapa detik kemudian aku menoleh ke arah si cowok cakep, rupanya dia masih memandangiku, aku merapikan rambut dan seragamku sambil tersenyum-senyum sendiri, tak sengaja mataku tertuju pada si kribo, dia kembali tersenyum, aku melengos.
“Dia pikir aku senyum sama dia apa, enak aja! Kayaknya harus berpikir 1000x deh kalau harus senyum sama nih cowok.”
Karena penasaran aku kembali melirik cowok cakep itu, ya ampun!! Matanya masih tertuju padaku, jangan-jangan tuh cowok suka lagi sama aku, sekarang aku jadi deg-degan, aku kembali tersenyum sambil mengarahkan kembali pandanganku ke tempat lain.
Kali ini si kribo tahu diri, karena sepertinya dia sadar kalau sedari tadi senyuman ini bukan untuknya, tapi dia masih saja tersenyum padaku.
Tiba-tiba kondektur meneriakkan nama sebuah tempat, cowok cakep itu berdiri dari kursinya, aku berniat untuk menyapanya tapi kuurungkan niat itu saat kulihat dia berjalan ditemani sebuah tongkat yang ia pegang di tangan kanannya, pantesan dari tadi matanya tertuju padaku tapi tatapannya tanpa ekspresi gitu, kalau dipikir-pikir malu juga sepanjang jalan aku sudah kepedean diperhatikan cowok cakep, eh ternyata tuh cowok nggak bisa lihat alias buta.
Si kribo yang masih berdiri disampingku masih melemparkan senyumnya, senyuman kali ini mungkin kalau diartikan “Rasain! Makannya Non jadi orang jangan kepedean.”
Beberapa saat kemudian sekolah sudah di depan mata.
“Stop! Stop! Stop!” teriakku, bergegas aku turun dari bus masih dengan perasaan malu, malu banget.

Minggu, 31 Agustus 2008

Tidak ada komentar: