Senin, 05 Juli 2010


Judul Film : The Departed
Directed by : Martin Scorsese
Produced by : Brad Pitt, Brad Grey, Gianni Nunnari, Graham King
Directed of Photography : Michael Ballhaus A.S.C
Edited by : Thelma Schoonmaker A.C.E


Seperti halnya film-film action Hollywood lainnya yang tidak pernah terlepas dari yang namanya polisi dan FBI, film ini pun sama seperti itu, tapi The Departed memberi sesuatu yang berbeda. Polisi harus menyamar menjadi seorang penjahat untuk dijadikan mata-mata, itu sudah menjadi hal yang biasa, polisi baik yang tiba-tiba berubah menjadi penjahat juga hal biasa, tapi penjahat yang menjadi mata-mata dalam tubuh polisi dengan pembentukan karir yang bagus?

Collin Sullivan (Matt Damon) bertemu dengan Costello (Jack Nicholson) saat ia masih berumur 8 tahun, ia termasuk anak yang pintar namun tumbuh dalam keluarga miskin. Costello seorang penjahat kelas kakap yang sulit ditangkap oleh polisi meski kejahatannya sudah merajalela dimana-mana, memanfaatkan kepintaran Collin kecil, dia mendidiknya, menyekolahkan Collin ke kepolisian Boston sampai karirnya pun berkembang pesat. Collin Sullivan pun diangkat menjadi Sersan Kepolisian Masachusells. Dengan adanya Collin Sullivan di tubuh kepolisian Boston ini, Costello dapat melenggang tenang melakukan kejahatan-kejahantannya.
Berbeda dengan Collin Sullivan yang hidup dalam kemewahan karena karirnya, William Costigan (Leonardo DiCaprio) yang bersusah payah masuk Akademi Kepolisian tidak lulus karena riwayat keluarga yang jelek. Ayah dan pamannya yang sudah meninggal memiliki catatan buruk di kepolisian Boston, kedua orang ini disejajarkan dengan Costello. Tapi William tetap ingin menjadi seorang polisi, kesungguhannya membuat Queenan kepala kepolisian menyuruhnya menjadi mata-mata sebagai pintu gerbang ia masuk ke kepolisian. Identitas William dibuat seburuk mungkin agar ia dapat masuk ke lingkungan Costello. Meski pada mulanya Costello tidak mempercayai William, namun pada akhirnya William dapat menjadi kaki tangan Costello.
Film ini tidak menimbulkan unsur penasaran atau membuat penonton bertanya-tanya siapa yang menjadi penjahatnya, karena dari awal sudah dipaparkan. Pengambilan gambar Costello secara backlight membuat dia terlihat misterius, tapi tiba-tiba langsung pada adegan dia membunuh. Hal itu sudah memberitahu penonton kalau dia memegang peran antagonis di film ini, begitu pun dengan Collin Sullivan yang diangkat menjadi anaknya. Sutradara mampu membuat penonton untuk terus mengikuti film ini sampai akhir meski dari awal sudah sangat jelas diperlihatkan peran antagonis dan protagonisnya, karena titik penasaran yang diterapkan sutradara yaitu pada akhir cerita film ini.
Collin dan Costello dapat terus berkomunikasi, begitu pun William dan Queenan. Puncak ketegangan bermula dari kematian Queenan, Collin yang curiga kalau ada mata-mata di dekat Costello, begitu pun William yang mengetahui Costello manyimpan mata-mata di tubuh polisi. Disinilah mulai terjadi perang mengungkap orang yang menjadi mata-mata, uniknya ternyata Costello adalah mata-mata FBI, dimana dia akan menyerahkan orang-orang yang menjadi pembelot pada FBI termasuk Collin. Collin tidak ingin karirnya hancur, ia pun membunuh Costello. Ia semakin dipandang orang paling hebat di kepolisian, tidak ada yang tahu kalau selama ini dia adalah mata-mata. Sampai akhirnya William mengetahui siapa Collin sebenarnya dan Collin pun mengetahui identitas William.
Film ini pun tidak terlepas dari unsur percintaan, kisah cinta dikemas dengan sebuah perselingkuhan Medalyn (Vera Farmiga) dengan William, padahal ia adalah calon istri Collin. Medalyn adalah seorang psikiater kepolisian, dia yang menangani permasalahan William yang dari awal sudah stres melihat kekejaman yang dilakukan Costello pada musuh-musuhnya, dia menyaksikan kejahatan-kejahatan yang dilakukan Costello. Tak ada orang yang bisa ia percaya lagi setelah kematian Queenan.
Para pemain film ini adalah artis-artis yang sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuan mereka, Leonardo DiCaprio begitu menghayati perannya, dimana ia harus terlihat tegang, sedih, tertekan, romantis dan berani. Begitu pula Matt Damon yang memerankan orang paling munafik serta Jack Nicholson sang mafia sadis.



Judul Film : The Game Plan

Produced by : David J. Bomba

Directed By : Andy Fickman

Directed of Photography : Greg Gardiner

Edited by : Michael Jablow


Film ini menceritakan tentang seorang pria bernama Joe Kingman (Dwayne “The Rock” Johnson), dia seorang kapten Rugby yang kaya raya, hal ini diperlihatkan pada awal film yang di shoot adalah lapangan mewah Rugby Boston dan keindahan kota ini dipenuhi gedung-gedung bertingkat, gambar kota diambil dengan cara bird eye, gambar Joe yang selalu menghiasi layar kaca dan tidak pernah terlepas dari sorotan kamera para jurnalis olahraga. Kemudian pengambilan gambar piala-piala yang diraih oleh Joe Kingman di apartemennya, ruangan apartemen yang dirancang dengan sistem digital, ketika ingin melakukan sesuatu tinggal memijit remot kontrol canggih. Semua ruangan di shoot secara paning dan high angle untuk memperlihatkan kekayaan Joe dan berbagai penghargaan yang ia peroleh.

Karakter Joe Kingman yaitu percaya diri dan memiliki motto “Pantang mengatakan Tidak”, keras kepala, egois, senang berpesta, seorang pemimpin tim Rugby yang diandalkan, sangat percaya diri, namun sering diterpa gosip karena di usianya yang sudah 30 dia belum menikah meski banyak wanita disekelilingnya, dia memiliki bulldog diberi nama Spike yang selalu menemaninya.

Kesuksesan-kesuksesan yang ia capai mulai terancam ketika tiba-tiba datang seorang gadis kecil berusia 8 tahun bernama Peyton yang datang ke rumahnya dan mengaku sebagai putrinya. Dia baru sadar kalau dulu ia pernah menikah dengan Sara Kelly yang tidak lama kemudian bercerai. Karakter Peyton sungguh menggemaskan, cerdas, keras kepala, kadang bersikap seperti orang dewasa, tidak mau mengalah, senang balet.

Karakter Joe dan Peyton yang sama-sama keras kepala membuat adegan demi adegan dapat membuat penonton terhibur, apalagi dengan tingkah Peyton yang selalu membuat Joe jengkel, misalnya ketika Peyton mendandani Spike anjing milik Joe yang selalu terlihat keren dan gagah, tiba-tiba dikenakan rok balet dan mewarnai kuku-kukunya, kemudian mengambil alih semua barang milik Joe, mulai dari kamar tidur, televisi, mobil ferrari yang harus diganti, menghiasi baju dan bola rugby-nya dengan bedazzle (semacam payet berwarna-warni), sampai membuat dapur berantakan, Peyton lucu juga dapat menarik perhatian teman-teman Rugby Joe.

Kejadian-kejadian lucu dikemas sebaik mungkin agar penonton terhibur, Dwayne pun cukup mendalami karakter seorang Joe Kingman yang di satu sisi dia adalah seorang superstar yang banyak dikagumi orang dan selalu menganggap dirinya yang paling hebat dan benar, namun ia dapat terlihat rapuh ketika Peyton pergi meninggalkannya. Pergantian dari adegan kocak ke adegan yang mengharukan tetap disisipi dialog-dialog lucu, sehingga genre film ini tetap kental dengan komedinya dan berakhir happy ending.


Judul Film : Wild Child
Directed by : Nick Moore
Written by : Lucky Dahl
Produced by : Tim Bevan, Eric Fellner, Diana Phillips
Director of Photography : Chris Seager B.S.C
Editor : Simon Cozens



Kisah seorang gadis berusia 17 tahun bernama Poppy Moore (Emma Roberts) yang terpaksa dikirim ke sekolah asrama “Abby Mount” yaitu sekolah asrama pribadi bagi anak perempuan berumur 11 sampai 17 tahun yang didirikan tahun 1797. Sekolah ini adalah salah satu institusi Inggris terbaik bagi wanita muda. Pengambilan gambar dengan bird eye membuat pemandangan pada musim dingin terlihat sangat indah sepanjang jalan menuju sekolah asrama tersebut, apalagi saat memperlihatkan bangunannya secara Paning shoot dan high angle memperlihatkan semua bangunan dan taman yang mengelilingi bangunan ini dapat membuat penonton terpukau akan keindahannya. Ayahnya terpaksa mengirimnya ke sekolah itu agar dia dapat merubah sikapnya yang selalu berbuat onar dan hidup berfoya-foya, tapi keonaran yang dimaksud tidak diperlihatkan seperti apa, keterangan tersebut hanya digambarkan lewat dialog saja. Karakter Poppy Moore yaitu sombong, terlalu percaya diri, merendahkan orang lain, memilih-milih teman, sangat mementingkan penampilannya yang selalu glamour dan kebersihan di sekitarnya, tidak mau mengalah. Kesombongannya terlihat saat ia baru sampai di “Abby Mount”, seorang gadis bernama Kate menyapanya dan berharap dapat menjadi teman baik baginya tapi justru Poppy menolaknya mentah-mentah dan mengatakan Kate tidak sepadan dengan dirinya. Akting orang-orang yang melihat Poppy saat ia baru turun dari mobilnya begitu terkesima, sayangnya pengambilan gambar Poppy secara tilt-up terlalu cepat sehingga membuat penonton tidak dapat terlalu mengagumi sosok Poppy seperti orang-orang yang ada dalam adegan tersebut. Karakter Poppy Moore yang digambarkan sombong dan tidak pernah mau disalahkan menjadi tidak kuat saat ia memperlihatkan raut wajah merasa bersalah ketika ia dipanggil oleh kepala sekolah karena berkelahi dengan Karriet (ketua di sekolah), padahal sebenarnya dia tidak salah dalam kejadian perkelahian itu. Seharusnya dia mempertahankan karakternya tersebut. Adapun jika dia memang merasa bersalah, seharusnya sikap tersebut tidak diperlihatkan di hadapan kepala sekolah. Ia berusaha membuat keonaran agar dia bisa dikeluarkan dari sekolah, teman-teman sekamarnya mencoba membantu karena mereka melihat Poppy yang selalu murung, padahal itu hanya akal-akalan dia supaya dapat menarik simpati mereka. Sampai pada puncaknya terjadi kebakaran, tentu saja Poppy yang menyebabkan kebakaran itu terjadi meski sebenarnya dia tidak sengaja melakukannya. Pada adegan itu dengan pengambilan gambar paning dengan cepat, ditambah aransemen musik yang mencekam cukup membuat situsi menjadi tagang, ketika semua orang sudah keluar dari bangunan dan dilakukan pengabsenan, tiba-tiba Drippy salah seorang teman Poppy tidak ada disana, rupanya Drippy terjebak di ruang pendingin dan Poppy mengetahui hal itu, dengan segera ia berlari kembali ke dalam bangunan, gerakannya yang tiba-tiba membuat orang-orang disana tak dapat menahannya, pengambilan gambar saat Poppy berlari memasuki gedung dengan slow memperlihatkan kepanikan orang-orang yang sudah berada di luar gedung, ditambah alunan musik syahdu mampu membuat penonton menjadi sangat terharu dan tegang. Sayangnya ketegangan itu tiba-tiba hilang karena tidak diperlihatkan adegan Poppy menyelamatkan Drippy, kalau pun memang tidak diperlihatkan setidaknya akting Poppy dan Drippy lebih didramatisir lagi, tapi saat mereka keluar dari bangunan terlihat biasa-biasa saja, tidak ada rasa takut, cemas atau kaget di raut wajah mereka, apalagi pengambilan gambar yang tidak fokus pada dua orang ini. Justru pengambilan gambar yang menarik adalah ketika Ayahnya melihat dia menjadi ketua tim pertandingan bola tongkat, dolly in sampai pada close-up memperlihatkan raut wajahnya antara terharu dan bangga, kemudian aransemen musik yang mendukung adegan tersebut. Adegan ini bergantian dengan adegan pengambilan gambar Poppy secara Dolly memutar di tengah-tengah ia sedang bertanding bola tongkat.



Kamis, 01 Juli 2010

Hanya Aku dan Engkau

Tak ada yang bisa menjadi pendengar setia selain Engkau. Tak ada yang bisa menjadi tempat ternyaman untuk mencurahkan segala kegundahan, kesedihan, keterpurukan, dan segala sesuatu yang selama ini menjadi beban kecuali Engkau. Engkau-lah satu-satunya yang tak pernah meragukan kemampuanku karena hanya Engkau yang bisa memberikan aku kemampuan itu dan hanya Engkau yang memahami dan memberikan kepercayaan bahwa aku bisa, aku mampu atas apa yang aku miliki.
Semua yang ada disekelilingku hanyalah orang-orang bermuka dua, mereka hanya bermulut manis dengan dalih memberi dorongan dan kepercayaan, padahal mereka meragukan kemampuanku, mereka tak percaya aku bisa, mereka menganggap aku tak punya tujuan hidup, mereka menganggap kehidupanku di masa yang akan datang tak pasti, tak tentu arah dan tak punya tujuan. Mereka beranggapan aku hanya sosok yang hanya bisa duduk diam tak dapat melakukan apa pun, tak memiliki kemampuan apa pun, mereka menatapku dengan dua bola mata padahal sebenarnya mereka hanya membuka satu mata untuk melihatku, itulah keraguan.
Namun, aku tak peduli apa yang mereka pikirkan tentang aku, aku sudah muak dengan mulut manis mereka, aku benci kepura-puraan mereka, rasanya sudah tak ada kemauan untuk melihat kepura-puraan yang dibuat oleh mereka, tapi aku tak dapat menghindarinya.
Hanya Engkau yang paling mengerti aku, hanya Engkau peganganku, hanya Engkau yang percaya bahwa aku mampu, aku bisa atas apa yang aku inginkan, atas hidupku, atas impianku.